Rabu, 19 September 2018

Merekonstruksi Ulang Hari Jadi Kabupaten Majalengka

Pertama-taman harus saya tekankan terlebih dahulu bahwa saya selaku pemilik blog bukanlah spesialis sejarah atau pun mempunyai riwayat pendidikan di bidang kesejarahan. Maka dari itu, goresan pena saya wacana apakah benar 7 Juni 1490 merupakan Hari Makara Kabupaten Majalengka ini hanyalah berdasarkan apa yang saya baca dan saya yakini kebenarannya dari beberapa tokoh yang berdasarkan saya memang sangat kompeten di bidangnya yakni bidang kesejarahan yang salah satunya yakni Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A. seorang sejarawan senior dari Fakultas Sastra Unpad, yang sekaligus merupakan Anggota Dewan Pengurus Pusat Studi Sunda, dan Anggota Dewan Pakar Sejarah & Budaya RUWAT (Rukun Wargi Tatar) Sunda.

Menurut Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A., dalam sebuah artikelnya yang di muat di koran Pikiran Rakyat tanggal 16 Juni 2007, anggapan bahwa tanggal 7 Juni 1490 yakni tanggal berdirinya Kabupaten Majalengka, bukan lagi diragukan, tetapi terperinci salah. Pemilihan tanggal 7 Juni 1490 dikatakan salah, sebab tidak sesuai dengan fakta berdirinya Kabupaten Majalengka. Sumber-sumber sejarah Jawa Barat menawarkan pada tahun itu Jawa Barat masih merupakan wilayah Kerajaan Sunda (Pajajaran). Waktu itu di daerah-daerah Jawa Barat belum ada pemerintahan dalam bentuk kabupaten. Akhir kurun ke-15, di tempat yang kini merupakan wilayah Kabupaten Majalengka masih terdapat kerajaan kecil di Talaga dan Rajagaluh, keduanya bawahan Kerajaan Sunda. Di antara sumber-sumber tersebut juga menyatakan, bahwa Kabupaten Majalengka merupakan kelanjutan dari Kabupaten Maja.

Menurut bebarapa sumber yang keakurasiannya sanggup dipertanggungjawabkan, asal mula berdirinya Kabupaten Majalengka (atau Maja menjadi kabupaten) sendiri didorong oleh satu insiden pada masa itu yakni dibentuknya Cirebon menjadi karesidenan yang membawahi 5 kabupaten yakni Cirebon, Bengawan Wetan, Maja, Kuningan, dan Galuh. Pembagian wilayah itu sendiri ditetapkan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tanggal 5 Januari 1819 berdasarkan Staatsblad 1819 No. 9 dan 23. Bupati Maja yang pertama memerintah sesudah dibentuknya karesidenan Cirebon itu sendiri waktu itu yakni Denda Negara (1819 - 1849) yang berkedudukan di Sindangkasih.

Kemudian seiring dengan perkembangan penduduknya, pada tanggal 11 Februari 1840 nama kabupaten dan ibukotanya, Sindangkasih pun hasilnya oleh pemerintahan kolonial Belanda diubah menjadi Majalengka berdasarkan keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda (Staatsblad 1840 No. 7). Perubahan nama dan ibukotanya ini ditandai juga dengan diperluasnya wilayah kabupaten dari sebelumnya yaitu dengan masuknya Rajagaluh dalam wilayah kabupaten Majalengka sesudah sebelumnya merupakan Kabupaten tersendiri yakni Kabupaten Galuh.

Penetapan 7 Juni sebagai hari jadi Majalengka sendiri di duga bersumber dari tradisi mulut yang berkembang di Majalengka, yaitu perubahan nama Sindangkasih menjadi Majalengka yang terjadi sesudah Nyi Rambut (Ambet) Kasih - tokoh mitos yang dianggap sebagai penguasa pertama di Sindangkasih - ngahiang (menghilang) seiring dengan pencarian pohon Maja yang hilang itu (majae langka) oleh prajurit Cirebon. Diduga hal itu terjadi pada pertengahan kurun ke-16. tapi, sebab dongeng ini lebih bersahabat kepada legenda yang sulit dibuktikan, maka secara metodologis, pemilihan tanggal 7 Juni itu tetaplah salah, sekalipun tanggal itu mengacu pada hari jadi Majalengka sendiri dan bukanlah Majalengka sebagai Kabupaten. Letak kesalahannya sendiri adalah, tanggal itu tidak mengacu pada fakta/momentum yang seharusnya menjadi dasar acuan, baik fakta pembentukan Kabupaten Maja maupun momentum perubahan nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka atau perubahan nama Sindangkasih menjadi Majalengka.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, alangkah lebih baiknya meski penetapan hari jadi Majalengka telah ditetapkan dalam perda, kembali di kaji ulang sehingga pada hasilnya ditemukan tanggal yang benar atau paling tidak mendekati kebenaran. Menyitir kalimat epilog dalam artikelnya Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A. yang di muat di koran Pikiran Rakyat tersebut, pengkajian atau penulisan ulang sejarah bukan hal tabu, melainkan keharusan. Karena bagaimanapun juga, pencarian tanggal hari jadi kabupaten yang berdiri di abad-abad yang lampau, dilarang mengacu pada mitos atau perhitungan tradisional untuk mencari hari baik atau bulan baik. Mitos bukan dilarang menjadi pengetahuan, tetapi dalam menulis sejarah, perlu dibedakan secara tegas, mana mitos dan mana sejarah.

Apabila kritik konstruktif tersebut di atas dikaitkan dengan pendidikan, kritik itu merupakan koreksi yang penting artinya bagi pendidikan dan pengetahuan, yaitu bagi pengajaran sejarah kepada para siswa dan pengetahuan masyarakat, sehingga mereka tidak mempunyai pemahaman yang salah akan sejarah daerahnya. Sejarah bukan hanya mempunyai fungsi informatif, tetapi juga mempunyai fungsi edukatif, bahkan fungsi pragmatis. Hal itu tercermin dari ungkapan, antara lain "belajarlah dari sejarah", "sejarah yakni obor kebenaran", dan "sejarah yakni pedoman untuk membangun masa depan". Oleh sebab itu, menulis sejarah, termasuk memilih tanggal hari jadi kabupaten, harus benar, dalam arti berdasarkan fakta yang sanggup dipertanggungjawabkan keabsahannya.

_________________________

Artikel yang mungkin terkait:

Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar