Selasa, 02 Oktober 2018

Babad Cirebon Berdasarkan Naskah Klayan

Pupuh pertama
Dangdanggula, 13 bait. Pupuh ini bercerita ihwal perjalanan Walangsungsang dalam mencari agama islam. Walangsungsang yang ialah putra mahkota dari kerajaan Pajajaran (Prabu Siliwangi). Ia mengutarakan keinginannya pada Prabu Siliwangi, namun Prabu Siliwangi murka dan lalu mengusir walangsungsang dari pakuan Pajajaran. Dalam mimpinya itu Walangsungsang disuruh untuk belajar pada Syech Nurjati, seorang pertapa asal Mekah di bukit Amparan jati, Cirebon. Dalam perjalanan mencari Syekh Nurjati itu, lalu Walangsungsang bertemu dengan seorang pendeta Budha berjulukan Sang Danuwarsi.

Pupuh Kedua
Kinanti, 24 bait. Pupuh ini menceritakan Rarasantang, adik dari Walangsungsang yang menyusul kakaknya dalam mencari agama islam hingga pertemuannya dengan kakaknya di Gunung Merapi. Dalam pupuh ini pun diceritakan bahwa Prabu Siliwangi memerintahkan Patih Arga untuk mencari sang putri dan tak boleh pulang sebelum sang putri ditemukan. Karena ia tak menemukan sang putri maka patih Arga tak berani kembali ke Pajajaran dan alhasil menetap di negeri Tajimalela.

Sementara itu, perjalanan Rarasantang telah hingga ke Gunung Tangkuban-perahu dan bertemu dengan Nyai Ajar Sekati. Rarasantang diberi pakaian sakti oleh Nyai Sekati sehingga ia sanggup berjalan dengan cepat. Nyai Saketi memberi petunjuk pada Rarasantang untuk belajar pada seorang pertapa di gunung Cilawung berjulukan Ajar Cilawung. Di gunung Cilawung inilah lalu rarasantang berganti nama atas perintah Ajar Cilawung menjadi Nyai Eling dan diramal kelak akan melahirkan seorang putra yang akan memimpin kerajaan di bumi.

Selanjutnya Rarasantang yang telah beralih nama menjadi Nyi Eling diberi petunjuk supaya terus melanjutkan perjalanan menuju Gunung Merapi. Sampai disini, dongeng pun beralih kepada Walangsungsang yang tengah belajar pada resi danuwarsi atau dikenal juga dengan nama Nyi Ajar Sasmita. Walangsungsang oleh Resi Danuwarsih diganti namanya menjadi Samadullah yang lalu menghadiahinya sebuah cincin sakti berjulukan Ampal yang kesaktiannya sanggup memuat banyak sekali macam benda duniawi. Ketika keduanya tengah asyik berbincang-bincang tiba-tiba datanglah Rarasantang yang serta merta memeluk kakaknya. Di Gunung Merapi, Walangsungsang dinikahkan dengan putri Danuwarsi yang berjulukan Indang Geulis. Sesuai dengan petunuk Resi Danuwarsi, Samadullah beserta istri dan adiknya meninggalkan Gunung Merapi menuju bukit Ciangkup. Indang Geulis dan Rarasantang 'dimasukkan' ke dalam cincin Ampal.

Pupuh Ketiga
Asmarandana, 16 bait. Di bukit Ciangkup "tempat bertapa seorang pendeta Budha berjulukan Sanghyang Naga" Samadullah diberi pusaka berupa sebilah golok berjulukan golok Cabang yang sanggup berbicara menyerupai insan dan sanggup terbang. Setelah mengganti nama Samadullah menjadi Kyai Sangkan, Sanghyang Naga memberi petunjuk semoga Samadullah melanjutkan perjalanan ke Gunung Kumbang menemui seorang pertapa yang bergelar Nagagini yang sudah teramat tua. Nagagini ialah seorang pendeta yang menerima kiprah dewata untuk menjaga beberapa jenis pusaka: kopiah waring, badong bathok (hiasan dada dari tempurung), serta umbul-umbul yang harus diserahkan kepada putera Pajajaran. Atas petunjuk Nagagini, Walangsungsang lalu berangkat ke Gunung Cangak. Nagagini memberi nama gres bagi Walangsungsang, yakni Karmadullah.

bersambung....
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar