Minggu, 16 September 2018

Makna Yang Terkandung Dalam Busana Moral Ijab Kabul Cirebon

Sejak sehabis tahun 1985, busana pengantin yang lazim digunakan oleh dua keraton Cirebon yakni Kasepuhan dan Kanoman ditetapkan sebagai busana pengantin Cirebon maka busana pengantin kedua keraton tersebut sekarang resmi sebagai busana budpekerti pengantin Cirebon. Karena berasal dari dua keraton maka busana pengantin Cirebon pun terbagi menjadi dua macam yakni busana pengantin kepangeranan yang berasal dari keraton Kasepuhan dan busana pengantin kebesaran yang berasal dari keraton Kanoman. Tapi, alasannya yakni kedua keraton tersebut yang memang pada awalnya merupakan keraton yang sama maka tak heran kiranya jikalau kemudian aksesoris yang digunakan dalam busana pengantin kedua keraton itu mempunyai kesamaan satu sama lain, pun begitu dengan makna-makna dari simbol yang terkandung di dalamnya.

Apa saja busana dan aksesoris yang digunakan pengantin sekaligus makna mirip apa yang terkandung di dalamnya, akan mencoba membahasnya pada postingan kali ini.

1. Busana yang dikenakan Pengantin Wanita
Busana yang dikenakan oleh pengantin perempuan untuk menutup bab atas tubuhnya digunakan kemben hijau yang berhiaskan manik-manik warna keemasan, dan untuk menutup bab bawah sendiri digunakan kain berlancar dan dodot Cirebonan dengan warna dasar violet muda yang diberi motif dengan bentuk besar-besar di setiap pojokannya. Sedangkan untuk bab dada sampai ke leher digunakan tratean, yaitu sebuah kain yang berbentuk melingkar yang fungsinya untuk menutup bab dada, pundak sampai ke belikat. Untuk warna, motif dan materi yang digunakan untuk teratean ini diadaptasi dengan motif, warna dan materi yang digunakan untuk kemben supaya terlihat senada dan tak terkesan tumpang tindih. Makna yang terkandung dalam teratean ini sendiri yakni berasal dari kata teratai yaitu homogen bunga yang tumbuh di air dan Lumpur tapi mempunyai bunga yang sedemikian indah. Kaprikornus dengan kata lain, makna dari teratean ini yakni bahwa pengantin perempuan ini menyerupai bunga teratai yang sedang mekar, dan tak penting lagi mirip apa asal-usulnya, dari mana ia berasal, dan sebagainya.

Untuk aksesoris yang digunakan pengantin perempuan sendiri yakni antara lain mahkota suri berhias permata asem jarot yang dikenakan di kepala yang telah bersanggul. Makna dan simbol yang terkandung dalam mahkota yang terpasang di kepala ini sendiri yakni bahwa mulai hari itu sang mempelai perempuan merupakan seorang ratu, baik ketika ini selaku pengantin maupun sampai nanti sebagai ratu bagi suami dan rumah tangganya. Disamping itu, dengan menggunakan mahkota mirip ratu itu di harapkan nantinya dalam mengarungi rumah tangga sang perempuan bersikap layaknya ratu yang tiap laris lampahnya menyorotkan sinar keagungan, menjaga kehormatan suaminya, dan sebagainya. Kemudian aksesoris lain yang digunakan oleh pengantin perempuan yakni untaian bunga melati yang menjuntai dari pelipis sampai ke dada, giwang yang dkenakan di indera pendengaran kiri dan kanan, cincin yang dikenakan di kedua jari manis, kalung tiga susun yang seperti tertempel pada teratean untuk menghiasi leher dan dada, kelat pundak berbentuk naga yang dikenakan di bab lengan bersahabat pundak yang bermakna bahwa sang pengantin telah siap secara fisik maupun mental untuk mengarungi perahu rumah tangga, gelang kono yang digunakan di kedua pergelangan tangan yang dari bentuknya yang membulat mempunyai makna atau simbol dari kebulatan tekad , sabuk yang melingkar di pinggang yang terbuat dari emas atau logam lain yang disepuh dengan warna keemasan dan yang terakhir yakni selop berhias manik-manik yang motif dan warnanya diadaptasi dengan warna kemben dan teratean pada bab dada.

Jika kita amati, busana pengantin dan aksesoris yang digunakan oleh mempelai perempuan ini didominasi oleh kedua jenis warna yakni hijau dan kuning. Ini terperinci bukan sekedar warna tanpa makna. Warna hijau dalam tradisi Islam merupakan manifestasi dari kata Rahmaan dan kuning sendiri yakni simbol warna untuk kata rahiim. Kaprikornus kedua warna tadi yaitu hijau dan kuning merupakan simbol dari kalimat basmalah yang memang merupakan kalimat yang selalu diucapkan umat Islam setiap akan melaksanakan sesuatu. Basmalah yakni gerbang dari segala perbuatan kedepan yang akan dilakukan. Untuk itu, dengan hijau dan kuning yang berarti mengucap basmalah, mengingatkan kepada sang pengantin bahwa perkawinan ini haruslah diawali dengan niat baik demi untuk menggapai ridho Allah.

2. Busana yang dikenakan Pengantin Pria
Pada bab kepala pengantin laki-laki dikenakan sebuah mahkota yang berbentuk bulat dan menyempit keatas dengan tinggi sekitar 25 cm dan terbuat dari materi beludru berwarna hijau yang dilapisi dengan emas dan permata di sekeliling lingkarannya. Makna simbolik dari mahkota yang disebut sebagai mahkota Prabu Kresna ini yakni bahwa dengan menggunakan mahkota ini diperlukan nantinya sang pengantin laki-laki kelak ketika memimpin rumah tangganya mempunyai kcakapan mirip halnya prabu Kresna yang dikenal sangat adil, bijaksana, dan tangguh dalam melindungi keluarganya.

Untuk bab atas badan pengantin laki-laki dikenakan baju oblong berwarna putih atau gading. Baju ini berlengan pendek. Kemudian untuk menutupi bab dada mirip hanya pada pengantin perempuan, dikenakanlah teratean dengan motif dan warna yang sama persis dengan yang dikenakan oleh pengantin perempuan yang mempunyai makna bahwa keduanya memang telah sehati dan seuyunan dalam menetapkan menjadi suami istri. Satu-satunya yang membedakan teratean yang dikenakan oleh pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan ini hanyalah pada maalah bentuk saja, diadaptasi dengan lambang yoni dan lingga.

Untuk bab bawah, pengantin laki-laki mengenakan celana tiga perempat yang jatuh beberapa centi dibawah lutut. Celana yang pada bab bawahnya terdapat sulaman benang emas ini terbuat dari beludru yang berwarna senada dengan baju yang dikenakan. Pengantin laki-laki juga menggunakan kain dodot khas Cirebon dipinggangnya. Lalu di atas dodot batik itu dililitkan satu helai stagen cinde dan diperkuat dengan kamus epek timang yang juga terbuat dari beludru. Tak ketinggalan juga, selendang dan satu boro kewer yang menghiasi kedua pahanya dibagian depan agak menyamping. Dan yang terakhir yakni keris yang dikenakan di bab pinggang dengan hiasan ombyok dari bunga mawar disela-sela gagangnya. Makna dari keris ini sendiri yakni untuk mengingatkan kepada mempelai laki-laki bahwa beliau harus melindungi keluarganya dari ancaman yang tiba dari luar. Menjaga keselamatan keluarga merupakan kehormatan terbesar bagi laki-laki.

Untuk aksesoris lain yang digunakan hampir sama mirip yang digunakan oleh mempelai perempuan yakni cincin, kalung, kelat pundak berbentuk naga, gelang kono, dan sebagainya.

Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar