Minggu, 23 September 2018

Dusun Keputihan, Dusun Tanpa Genteng

Jika di Tasikmalaya ada Kampung Naga yang merupakan perkampungan budbahasa yang masih begitu menjunjung tinggi nilai-nilai budaya leluhurnya maka di Cirebon pun ada perkampungan yang kurang lebih mempunyai kesaman dengan kampung tersebut yakni di Dusun Keputihan yang terletak di sebelah utara kota Sumber, tepatnya di Desa Kertasari Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Nama Keputihan sendiri konon berasal dari tragedi abnormal di masa lampau. Di tengah dusun itu terdapat sebuah sumur bau tanah yang secara tiba-tiba dari dalamnya menyembul segumpal tanah berwarna putih susu sebesar setengah lingkar sumur tersebut. Tanah yang semula hitam layaknya warna Lumpur menjadi berwarna putih itu menciptakan warga gempar. Sejak tragedi itulah nama dusun ini dinamakan dusun Keputihan.

Mata pencaharian sebagian warga dusun yang hanya terdiri dari 12 rumah ini sendiri yakni buruh tani dan sebagian lainnya menjadi buruh menganyam dingklik rotan di desa tetangga yaitu di pusat kerajinan rotan di desa Sindang Wangi Plumbon. Sebagai sampingan penghasilan, kaum perempuannya bekerja juga sebagai pembuat net voli atau tenis. Pekerjaan tersebut dilakukan di rumah dengan upah Rp 2.000-Rp 6.000 per satu net.

Yang menarik dari dusun ini yakni wacana keteguhan mereka untuk menjaga warisan budaya leluhurnya. Bukti-bukti tradisi leluhur yang paling mencolok dan begitu kukuh tak tergoyahkan oleh perubahan zaman yakni salah satunya bangunan rumah warganya yang masih begitu tradisional yakni hanya menggunakan gedeg bambu (bilah-bilah bambu yang di anyam sampai membentuk pagar rapat), beratapkan atap yang terbuat dari welit yaitu daun tebu kering yang disusun sedemikian rupa dan dijepit dengan bilah bambu di tiap ujungnya, dan lantai yang dibiarkan tak berplester apalagi berkeramik. Di beberapa kepingan rumah menyerupai untuk ruang tamu hanya dialasi dengan terpal dan sama sekali tak ada perabotan menyerupai sofa dan lainnya. Para tamu dipersilahkan untuk duduk lesehan layaknya orang Jepang, atau pada amben (bale dari bambu yang dipipihkan) di beranda rumah.

Untuk kamar mandi sendiri, warga dusun keputihan membangun kamar mandinya di luar rumah dan masih menggunakan sumur kerek dengan timba dan baskom untuk mengambil air. Kamar mandinya pun terbilang sangat sederhana dan sedikit terbuka yang hanya ditutupi dengan epilog seadanya setinggi pusar orang remaja sampai bila mandi haruslah sambil berjongkok. Sumur-sumur ini pun tak jarang merupakan sumur bersama yang artinya bila ingin mandi maka harus bergilir dengan tetangga, pun begitu dengan perawatannya menyerupai menguras sumur tiap bila sumber air mulai menyusut atau air mulai sedikit keruh maka para tetangga yang merasa ikut mandi di sumur tersebut akan saling bergotong royong melakukannya.

Ya, gotong royong, sebuah kearifan lokal yang tercatum dalam butir ppancasila itu memang masih begitu mengakar di kalangan warga dusun Keputihan ini. Setiap ada warga yang membutuhkan tenaga banyak orang menyerupai membangun rumah, hajatan, kendurian dan sebagainya maka para tetangga tidak akan segan-segan ikut membantu tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Menyenangkan bukan gaya hidup menyerupai itu?

Perihal atap rumah yang sama sekali tak menggunakan genteng itu warga Dusun Keputihan punya kisah tersendiri. Seperti yang dituturkan salah satu warga bahwa genteng merupakan barang haram di dusun ini alasannya yakni konon semenjak dulu tiap kali ada warga Dusun Keputihan yang menggunakan genteng sebagai atap rumahnya maka orang tersebut dipastikan akan terkena mala menyerupai selalu sakit-sakitan dan bahkan meninggal mendadak. Warga sendiri tak tahu persis bagaimana awalnya hal itu sanggup terjadi dan apa penyebabnya, hanya saja alasannya yakni korban yang berjatuhan tiap rumahnya beratapkan genteng tidak hanya menimpa pada satu atau dua warga maka warga Dusun Keputihan ini kemudian percaya bahwa rumah di dusun ini tak boleh menggunakan genteng sebagai atapnya.

Karena masih memegang teguh warisan leluhurnya ini, warga Dusun Keputihan tiap bulannya menyelenggarakan selametan yang dipimpin oleh tetua kampung tersebut yang bertujuan untuk mengusir roh jahat yang menghinggapi kampung tersebut sekaligus meminta pertolongan keselamatan dan keberkahan kepada sang pencipta.

Jika Anda ingin menikmati suasana pedesan yang masih begitu kental dengan budaya leluhur maka Dusun Keputihan harus masuk ke dalam jadwal daerah wajib kunjung. Dusun ini sangat cocok untuk melepas penat sesudah sekian usang disibukkan oleh banyak sekali pekerjaan yang menuntut. Tenang saja, meski dusun ini masuk ke dalam wilayah Cirebon yang populer panas tapi dusun ini begitu sejuk dengan pepohonan yang tinggi dan dikelilingi oleh sawah dan ladang yang menyejukkan mata.
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar