Mendengar kata keramik tentu bayangan kita akan tampak setumpuk atau sederetan barang-barang pecah belah, baik itu berupa peralatan rumah tangga maupun perlengkapan bangunan. Memang keramik yang terdapat di salah satu kota terbesar di Jawa Barat ini berupa peralatan rumah tangga antara lain piring, tutup cepuk, cawan, dan pot bunga serta perlengkapan bangunan, yaitu tegel; namun keramik-keramik tersebut tidak difungsikan atau dipakai sebagaimana semestinya; tetapi dipakai untuk penghias tembok bangunan profan ataupun sakral dan sebagai pajangan pengindah ruangan. Ciri keunikan ini terdapat di wilayah Cirebon, bekas kerajaan Islam yang tumbuh dari periode ke-15 hingga periode ke-19 bahkan hingga ketika kini; pada kenyataannya Cirebon tidak hanya tumbuh dalam lingkup politik dan birokrasi saja. Bersamaan dengan pertumbuhan itu, Cirebon berkembang pula sebagai kota wisata budaya sekaligus wisata ziarah, yang dikenal juga sebagai kota udang, penghasil sumberdaya lautnya!
Setidaknya ada 6 lokasi yang selama ini dianggap penting dan dijadikan azet wisata budaya dan ziarah, yaitu Keraton Kasepuhan (yang diawali dengan Pakungwati nya); Keraton Kanoman; Keraton Kacirebonan; dan Keraton Keprabonan, Kompleks Makam Sunan Gunungjati, serta Taman Gua Sunyaragi. Keenam daerah ini dipandang penting kiprahnya dalam mengungkapkan baik sejarah lokal maupun regional pada periode yang rentangnya cukup panjang. Di sinilah dijumpai Seni Hias Tempel Keramik merupakan salahsatu warisan budaya yang unik. Keunikan ini menyebabkan ciri khas tersendiri bagi kebudayaan Cirebon, yang tentunya tidak hanya berkaitan dengan budaya seni, tetapi juga makna yang terkandung di dalam seni tersebut, terlebih kekhasan ini digabung dengan potensi budaya lainnya yang hingga sekarang masih dimiliki bahkan menyebabkan ciri utama ragam seni ka-Cirebon-an; yaitu hiasan mega mendung
Teknologi seni hias tempel keramik ini menggambarkan betapa kreatifnya penggerak atau arsitek untuk memakai potensi keramik yang ada pada masa itu guna mempercantik bangunan atau bahkan teknologi ini mempunyai makna tertentu di baliknya, yang kita sendiri tidak memahami apa itu?; terlebih lagi diantara keramik-keramik yang dipakai untuk hiasan tempel tersebut menggambarkan kisah-kisah dalam Alkitab, baik itu Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Terlepas dari isi dongeng tersebut, setidak-tidaknya hasil karya indah ini hingga ketika sekarang masih terawat dan sanggup dinikmati atau bahkan menjadi salahsatu daya tarik tersendiri, baik oleh para ilmiahwan, keramolog, maupun wisata budaya.
Keramik bergambar dongeng Bibel tampak sebagai bab dari hiasan tempel tembok di Keraton Kasepuhan; Keraton Kanoman; Masjid Panjunan; Makam Sunan Gunungjati dan Gua Sunyaragi. Keramik-keramik tersebut berbentuk segiempat, ibarat halnya tegel-keramik yang banyak dipakai untuk bangunan rumah; berukuran 13 x 13 cm, tebal 0,3 cm; warna biru-putih serta coklat-putih. Penempelan tegel-tegel ini di selang-seling dengan keramik bergambar non dongeng berbentuk piring warna biru-putih asal Cina Dinasti Qing periode ke-18-19 dan bunga teratai warna merah dan sulur-sulur daun berwarna hijau ciri khas budaya Cina, sedangkan tegel keramik berasal dari Belanda periode ke-19-20 an.
Hiasan tempel keramik non dongeng dijumpai pula, berupa piring, cawan, tutup cepuk, dan vase; jenis-jenis tersebut tentunya sebelum dipakai sebagai hiasan tembok, berfungsi sebagai alat perlengkapan rumah tangga. Keramik itu sebagian besar berasal dari Cina Dinasti Qing periode ke-17-19 serta Belanda Maastricht periode ke-19-20, beberapa ada made in China nya untuk menggantikan yang pecah atau akhir ulah tangan-tangan jahil. Apabila dihubungkan dengan problem mengapa hanya jenis keramik tersebut yang banyak?, keberadaan keramik Cina dalam jumlah banyak alasannya jaringan niaga, dimana Cirebon pada masa lampau merupakan salahsatu pelabuhan terbesar bersifat internasional dan keramik Cina merupakan jenis yang terbanyak dicari dan diperdagangkan; juga alasannya adanya hubungan perkawinan antara Sunan Gunungjati dengan seorang puteri Cina, hal ini akan sangat mempengaruhinya. Sementara itu, keberadaan keramik dari Belanda Maastricht ware alasannya penguasaan dan kerjasama dekat antara kasultanan pada masa itu dengan kolonial Belanda khususnya hubungan dagang dengan VOC.
Jumlah tegel keramik lebih dari limaratus buah bercampur antara tegel keramik bergambar dongeng Bibel dengan tegel keramik bergambar lain. Tipe keramik bergambar lain, yaitu pemandangan, gereja, kincir air dan rumah khas Belanda, malaikat membawa obor atau ukupan, dan orang memegang salib; juga cawan-cawan kecil baik dalam bentuk bundar maupun segiempat bermotiefkan naga, tumbuhan (suluran-suluran dan ceplok bunga), juga banyak digunakan.
Apabila kita berkunjung ke Masjid Panjunan atau lebih dikenal dengan Masjid Abang, yang konon berdasarkan dongeng dibangun oleh Syekh Abdurrachman. Di sini kita sanggup menyaksikan keramik bergambar dongeng Bibel yang ditempelkan di tembok bergapura paduraksa, menggambarkan Daud sedang memainkan kecapi dihadapan Raja Saul dan disaksikan oleh seseorang yang berdiri di sisi raja. Keunikan lainnya yaitu penempelan keramik wadah berbentuk piring pada dinding bangunan masjid ruang utama/dalam dan pada dinding bab luar, terdiri dari aneka macam motief antara lain burung merak, bangunan suci, dan sebagainya. Selanjutnya sekalian wisata ziarah, kita sanggup nikmati keindahan dan kemegahan kompleks makam Sunan Gunung Djati dengan hiasan tempel keramiknya. Komplek makam ini terletak di luar Kota Cirebon arah utara; atau tepatnya di atas puncak Bukit Sembung. Tokoh-tokoh penting yang dimakamkan di lokasi kompleks makam Sunan Gunungjati juga raja-raja dari garis keturunan Keraton Kasepuhan ataupun Keraton Kanoman. Keramik berjejer rapi melekat di tembok seluruh bangunan kompleks makam, sehingga tampak indah dan rame. Di salahsatu bab pintu makam terdapat hiasan tempel keramik berbentuk piring dengan goresan pena Arab.
Dalam kompleks makam atau tepatnya di belakang kompleks makam terdapat Masjid Makam Sunan Gunungjati, dari struktur bangunannya tampak bahwa ciri bangunan masjid ini termasuk ciri bangunan masa sekarang atau modern, di dinding mesjid terdapat tempelan hiasan keramik yang sebagian besar keramik made in China. Kemudian, perjalanan wisata kita lanjutkan ke Keraton Kanoman letaknya tidak jauh dari pasar Kanoman. Dinding tembok pagar depan bab paling luar yang hanya tersisa bab barat di hias dengan keramik jenis piring dan cawan; lalu pagar ke dua dengan gapura paduraksa juga dihias dengan aneka macam jenis keramik jenis piring dan cawan; sesudah melewati dua pagar tersebut sampailah pada pendopo berdenah segiempat yang seluruh bab dindingnya dihias tempelan keramik, dari piring, tutup cepuk, cawan, hingga vas bunga. Hampir seluruh bangunan dalam kompleks ini di hias dengan keramik. Keraton lain yang layak dikunjungi ialah Keraton Kacirebonan, arsitektur keraton ini memang berbeda dengan keraton lainnya, dicirikan dengan pendoponya, disini selain sanggup menyaksikan tempelan keramik juga koleksi wayang kulit khas ka-Cirebon-an yang masih di rawat. Hiasan tempel keramik tampak di tembok dalam sebelah barat pintu masuk yang menghubungkan antara pendopo dengan ruang keluarga. Keramik jenis piring warna biru-putih, hiasan singa ciri khas motief ka-Cirebon-an, asal Belanda Maastricht periode ke-19-20, ini mengatakan sebagai barang pesanan khusus atau mungkin juga sebagai hadiah dari penguasa Belanda pada masa itu.
Bangunan lain yang sebaiknya juga dikunjungi yaitu Tamansari Sunyaragi yang terletak di pinggir jalan raya Jakarta-Jawa Tengah. Bangunan Sunyaragi merupakan bangunan yang difungsikan sebagai daerah berkhalwat atau menyepi dan juga sebagai daerah rekreasi. Ciri tradisionalnya antara lain tampak dari gapura bentar yang bentuknya sama dengan bentuk gapura bentar yang terdapat di Keraton Kasepuhan dan Masjid Abang. Bangunan Mande Beling dengan lantai yang ditinggikan dari tanah, beratap sirap, dan tiang dari kayu, hiasan keramik wadah pada dinding baturnya. Keistimewaan bangunan ini dibentuk dari susunan bata dan kerikil karang yang membentuk gunungan atau awan ciri khas ka-Cirebon-an, bangunan terdiri atas ruangan atau ceruk-ceruk yang saling berafiliasi dan masing-masing mempunyai nama. Gua ini didirikan kurang lebih pada periode ke-18. Tempelan tegel biru-putih dan coklat putih sama dengan tegel di Keraton Kasepuhan. Penggunaan keramik sebagai seni hias tempel keramik, baik itu dibangunan profan maupun sakral, mengatakan salahsatu hasil budaya ciri khas di wilayah Cirebon. Terlepas dari pengertian atau anggapan isi dongeng dari tegel-tegel keramik yang ditempel, hingga ketika sekarang boleh dikatakan bahwa masyarakat Cirebon pada umumnya dan kerabat kasultanan khususnya masih menjaga keutuhan dan melestarikan tinggalan budaya seni tersebut. Ini merupakan bukti sejarah dan kecanggihan gagasan pada masa lampau. Tentunya tingkah laris ini akan membawa dampak positif terutama di bidang kebudayaan dan pariwisata, alasannya ciri seni ini sanggup dijadikan aset budaya dan pariwisata. Keindahan dan kelangkaan yang terselamatkan ini mempunyai persamaan dengan seni hias tempel keramik di masjid-masjid dan makam-makam suci di Turki, yang menjadikannya azet wisata domistik dan mancanegara sebagai sumber devisa negara.
Naniek H Wibisono
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar