Pada zaman dahulu kala tersebutlah patih Danalaya dari kerajaan Pajajaran yang diutus oleh raja Pajajaran berjulukan Prabu Siliwangi untuk menemui seorang ulama di Cirebon berjulukan Syeh Datul Kahfi. Patih Danalaya diutus menemui Syeh Datul Kahfi dengan tujuan untuk memperingatkan ulama itu semoga berhenti mengembangkan agama Islam di wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran.
Sesampainya di tempat kediaman Syeh Datul Kahfi, Patih Danalaya pun mengutarakan maksudnya kenapa tiba menemuinya.
"Saya tiba kesini sebab diutus oleh Prabu Siliwangi semoga kisanak berhenti mengembangkan agama Islam di wilayah kekuasaaan Pajajaran."
Bukannya mengiyakan, dengan sopan Syeh Datul Kahfi malah mengajak patih Danalaya untuk ikut memeluk agama Islam sambil mengambarkan perihal kemuliaan agama Islam.
Tentu saja Patih Danalaya menjadi kebingungan dan serba salah. Kalau ia tak berhasil mencegah ulama itu untuk berhenti mengembangkan agama Islam maka ia niscaya akan dieksekusi oleh Prabu Siliwangi, tapi di lain sisi ia pun tak tega untuk memaksakan kehendaknya dengan memakai kekerasan sebab ulama itu begitu sopan kepadanya.
Ditengah-tengah kebimbangan hatinya, patih Danalaya pun memutuskan untuk menolak dengan halus anjuran ulama tersebut untuk memeluk agama Islam dan berniat untuk bersemedi saja di tengah hutan.
Setelahnya mengutarakan maksudnya itu Patih Danalaya pun pamit untuk melakukan niatnya bertapa di tengah hutan.
Beberapa bulan kemudian, Mbah Kuwu Cerbon mendengar bahwa ditengah hutan ada seorang pandita sakti yang sedang bertapa. Kuwu Cerbon yang sebelumnya telah menyamar dengan mengganti nama menjadi Ki Gemu pun mendatangi sang pandita sakti itu dengan maksud untuk mengislamkan pandita hindu tersebut.
"Ada apa dan siapakah gerangan kisanak ini hingga berani mengganggu semediku?" Tanya Ki Patih Danalaya.
"Namaku Ki Gemu. Maksud dan tujuanku kesini ialah untuk mengajak kisanak memeluk agama Islam." Kata Kuwu Cerbon.
"Kalau seandainya saya menolak, apa yang akan Kisanak lakukan?"
"Kalau menolak, silahkan kisanak untuk meninggalkan tempat ini sebab ini ialah kawasan islam." Tandas ki Gemu.
Karena merasa tersinggung, alhasil patih Danalaya pun menyerang Ki Gemu dan pertrungan pun tak terelakan lagi.
Kedua kesatria yang sama-sama bakir tinggi itu saling menyerang dan berusaha mengalahkan lawannya. Malaikat ajal mengawasi cemas, memastikan pada siapa ajal akan berpihak.
Setelah beberapa usang alhasil Patih Danalaya harus mengakui kehebatan Ki Gemu dan bersedia untuk meninggalkan tempat itu sebab ia tetap tak mau masuk agama islam. Patih Danalaya yang tak berani untuk kembali ke pajajaran sebab takut dieksekusi oleh Prabu Siliwangi atas kegagalannya mengemban kiprah alhasil menentukan untuk pergi berkelana tak terperinci arah dan tujuan yang oleh masyarakat Cirebon disebut sebagai Lunga kelaya-laya.
Dari kata Kelaya-laya inilah lalu tempat semedi patih Danalaya pun dibuka menjadi sebuah pedukuhan (Desa) dengan nama Klayan... Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar