Jumat, 05 Oktober 2018

Tempat Keramat Di Cidenok

Kemarin siang disela-sela kesibukan yang mulai menyita waktu, menyempatkan diri untuk jalan-jalan ke desa Cidenok untuk melihat secara pribadi apa yang selama ini dengar dari orang-orang mengenai kawasan keramat yang konon masih sangat bertuah yaitu Buyut Sumur Gempol dan Wadas Dengdeng. Sayang sekali, di dua kawasan ini tidak diperbolehkan untuk menggambil gambar dua kawasan ini oleh kuncen yang menjaganya.

Inilah ulasan singkat dari dua kawasan itu :

Buyut Sumur Gempol
Buyut Sumur Gempol ialah sebuah kebuyutan atau kawasan petilasan dari Nyi Rara Denok yang konon masih ada kekerabatan dengan keraton Kesepuhan Cirebon. Tempat yang berlokasi di Desa Cidenok, Kec. Sumberjaya, Kab. Majalengka ini konon ialah nenek moyang atau orang sini menyebutnya dengan "Gegeden" dari masyarakat yang ada di Desa Cidenok ini. Dan alasannya ialah ada pertalian antara Nyi Rara Denok dengan Keraton Kesepuhan inilah, masyarakat Cidenok hingga ketika ini banyak yang mengabdi di keraton Kesepuhan itu. sendiri nggak tahu persis dalam hal ini Nyi Rara Denok sejauh mana dan posisinya sebagai apa di keraton tersebut, tapi yang niscaya di dalam keraton Kesepuhan ada sebuah gedung yang berjulukan Rara Denok.

Kebuyutan yang didalamnya terdapat sumur dan pohon gempol ini tiap tahun punya program rutin berupa pertunjukan Topeng dan wayang Purwa, tepatnya ketika ada program munjungan dan bongkar bumi.


Wadas Dengdeng
Wadas Dengdeng ialah sebutan untuk sebuah kawasan di Desa Cidenok, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka. Tempat ini dinamakan Wadas Dengdeng alasannya ialah kalau diinjak dengan berpengaruh akan berbunyi deng... deng... deng.. konon kawasan ini pada jaman penjajahan Jepang dijadikan sebagai kawasan sanksi mati bagi pribumi yang membangkang kepada tentara Jepang. Dan alasannya ialah para pesakitan yang kerap dihukum di sini sambil duduk mencangkong (tidak bangun sebagaimana umumnya eksekusi), maka kawasan ini pun disebut juga dengan sebutan Ki Jenguk.

Dan alasannya ialah konon kawasan ini begitu angker, maka pada malam-malam tertentu ada saja orang yang menyepi disini demi terkabulnya hajat mereka, dari sekedar minta nomor buntut togel hingga mencari benda pusaka dan pesugihan. Entah mereka-mereka yang pernah tiba kesini benar-benar terkabul hajatnya atau tidak, belum pernah mewawancarainya secara langsung, tapi yang terperinci tetap saja kawasan ini tak pernah sepi dari orang-orang ibarat itu.


NB : Khusus untuk tiap hari Selasa, akan memposting mengenai tempat-tempat keramat dan yang dikeramatkan di wilayah 3 Cirebon.
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Kamis, 04 Oktober 2018

Cara Menciptakan Nasi Lengko

 haluskan kacang goreng bersama dengan cabai rawit dan cabai merah Cara Membuat Nasi Lengko

Bahan:
6 priring nasi putih
0,5 kg tauge rebus
Tempe
Tahu kuning
Daun kucai
Kacang digoreng
5 buah cabai rawit
5 buah cabai merah
Bawang putih secukupnya
Asam jawa secukupnya
Gula jawa secukupnya
Kecap cantik secukupnya

Cara membuat:
Sambal kacang: haluskan kacang goreng bersama dengan cabai rawit dan cabai merah.
Tambahkan bawang putih, garam secukupnya.
Setelah itu tambahkan gula jawa dan asam jawa.

Nasi lengko:
letakkan nasi putih ditaruh diatas enam piring.
Taburkan tauge rebus dan daun kucai di atasnya.
Tambahkan irisan tempe yang dipotong bentuk dadu dengan ukuran sekitar 1x1 cm.
Tambahkan pula tahu kuning yang juga dipotong bentuk dadu 1x1 cm.
Siram dengan sambal kacang, lalu siram dengan kecap manis. Hidangkan.
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Lesunya Produksi Kerajinan Rotan Di Cirebon

Dari data statistik yang diperoleh menyebutkan hampir 90 % industri rotan di Tegal Wangi, Plumbon, Cirebon gulung tikar. Padahal dulunya di Tegal Wangi, Plumbon, Cirebon ini menjadi kiblat industri rotan nasional.

Ketika mempertanyakan ihwal ini pada para pelaku bisnis ini, sebagian pengusaha rotan mengatakan, keadaan ini disebabkan oleh terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan (MENPERDAG) No 12/2005 yang isinya memberlakukan ekspor materi baku rotan.

Turunnya produksi pun besar lengan berkuasa pada ekspor rotan Cirebon. Data Asosiasi Mebeuleur Indonesia (Asmindo) cabang Cirebon menyampaikan sebelumnya ekspor banyak sekali produk kerajinan Rotan Cirebon mencapai 3.500 Kontainer per bulan. Saat ini maksimalnya 500 kontainer per bulan.

Kondisi itu diiringi melonjaknya angka pengangguran di Plumbon dan sekitarnya. Lebih dari satu juta orang yang dulunya mengantungkan hidupnya pada industri rotan, ketika ini menganggur.

hanya dapat berharap biar industri ini kembali menggeliat sampai sekian juta masyarakat Cirebon yang mengandalkan periuk nasinya dari perjuangan kerajinan ini dapat kembali mengepul...

Semoga........
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Rute Angkot Di Cirebon

Konon bagi orang diluar Cirebon, rute angkot di cirebon itu rumit dan semrawut. Dan memang demikianlah kenyataannya. Jangankan orang luar Cirebon, sendiri yang nyata-nyata lahir dan besar di Cirebon kadang masih sering kebingungan.

Maka demi mengurangi kebingungan itu, Portal Ciorebon berusaha menyusun nama - nama angkot di Cirebon berikut rute atau trayek yang dilaluinya. Meskipun demikian, sebab banyaknya nama angkot, ada kemungkinan terdapat kesalahan atau rute yang terlewatkan, maka dari itu, kalau ada kesalahan, silahkan koreksi di kolom komentar, dan secepatnya niscaya kami tanggapi.

Inilah nama angkot berikut rute yang ada di Cirebon :

D1/AX
Dukuh Semar - Pegambiran - Krucuk - Perumnas

D2
Dukuh Semar - Kesambi - Merdeka - Pesisir - Krucuk - Tuparev - Kedawung - Majasem

D3
Dukuh Semar - Majasem - Pemuda - Kartini - Pasar Pagi (PGC) - Kesambi

D4/BX
Dukuh Semar - Kedawung - Tuparev - Hero - Pasuketan

D5
Dukuh Semar - Jagasatru - Pasuketan - PGC - Surya - Krucuk - Stasiun - Grage - Cipto - Terminal - Perumnas

D6
Dukuh Semar - Kesambi - Drajat - Grage - Krucuk - Stasiun - PGC - Karang Getas - Kesambi - Perum Rajawali

D7
Dukuh Semar - PGC - Kartini - Wahidin - Pilang - Kedawung - Tuparev - Grage - Pemuda - By Pass - Terminal

D8
Dukuh Semar - Grage - Kedawung - Wahidin - Kartini - PGC - Asia - Pekiringan - Jagasatru - Drajat - Terminal

D9
Dukuh Semar - Kedawung - Evakuasi - Kanggraksan - Kebun Pelok

D10
Dukuh Semar - Benda

GS (02)
Gunung Sari - Kanggraksan - kesambi - Cipto - Wahidin - Krucuk - Siliwangi - kesambi - kanggraksan - Sumber

GM (03)
Gunung Sari - PGC - Kesambi - Cipto - Krucuk - Pesisir - Cangkol - Mundu

GP (04)
Gunung Sari - Kedawung - Tuparev - Wahidin - Pesisir - Bahagia - Tentara Pelajar - Plered

GC (05)
Gunung Sari - Merdeka - Grage - Surya - Bahagia - Penggung - Ciperna

GG (06)
Gunung Sari - Hero - Klayan - Clancang
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Rabu, 03 Oktober 2018

Asal-Usul Desa Klayan

Pada zaman dahulu kala tersebutlah patih Danalaya dari kerajaan Pajajaran yang diutus oleh raja Pajajaran berjulukan Prabu Siliwangi untuk menemui seorang ulama di Cirebon berjulukan Syeh Datul Kahfi. Patih Danalaya diutus menemui Syeh Datul Kahfi dengan tujuan untuk memperingatkan ulama itu semoga berhenti mengembangkan agama Islam di wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran.

Sesampainya di tempat kediaman Syeh Datul Kahfi, Patih Danalaya pun mengutarakan maksudnya kenapa tiba menemuinya.

"Saya tiba kesini sebab diutus oleh Prabu Siliwangi semoga kisanak berhenti mengembangkan agama Islam di wilayah kekuasaaan Pajajaran."

Bukannya mengiyakan, dengan sopan Syeh Datul Kahfi malah mengajak patih Danalaya untuk ikut memeluk agama Islam sambil mengambarkan perihal kemuliaan agama Islam.

Tentu saja Patih Danalaya menjadi kebingungan dan serba salah. Kalau ia tak berhasil mencegah ulama itu untuk berhenti mengembangkan agama Islam maka ia niscaya akan dieksekusi oleh Prabu Siliwangi, tapi di lain sisi ia pun tak tega untuk memaksakan kehendaknya dengan memakai kekerasan sebab ulama itu begitu sopan kepadanya.

Ditengah-tengah kebimbangan hatinya, patih Danalaya pun memutuskan untuk menolak dengan halus anjuran ulama tersebut untuk memeluk agama Islam dan berniat untuk bersemedi saja di tengah hutan.

Setelahnya mengutarakan maksudnya itu Patih Danalaya pun pamit untuk melakukan niatnya bertapa di tengah hutan.

Beberapa bulan kemudian, Mbah Kuwu Cerbon mendengar bahwa ditengah hutan ada seorang pandita sakti yang sedang bertapa. Kuwu Cerbon yang sebelumnya telah menyamar dengan mengganti nama menjadi Ki Gemu pun mendatangi sang pandita sakti itu dengan maksud untuk mengislamkan pandita hindu tersebut.

"Ada apa dan siapakah gerangan kisanak ini hingga berani mengganggu semediku?" Tanya Ki Patih Danalaya.
"Namaku Ki Gemu. Maksud dan tujuanku kesini ialah untuk mengajak kisanak memeluk agama Islam." Kata Kuwu Cerbon.
"Kalau seandainya saya menolak, apa yang akan Kisanak lakukan?"
"Kalau menolak, silahkan kisanak untuk meninggalkan tempat ini sebab ini ialah kawasan islam." Tandas ki Gemu.

Karena merasa tersinggung, alhasil patih Danalaya pun menyerang Ki Gemu dan pertrungan pun tak terelakan lagi.

Kedua kesatria yang sama-sama bakir tinggi itu saling menyerang dan berusaha mengalahkan lawannya. Malaikat ajal mengawasi cemas, memastikan pada siapa ajal akan berpihak.
Setelah beberapa usang alhasil Patih Danalaya harus mengakui kehebatan Ki Gemu dan bersedia untuk meninggalkan tempat itu sebab ia tetap tak mau masuk agama islam. Patih Danalaya yang tak berani untuk kembali ke pajajaran sebab takut dieksekusi oleh Prabu Siliwangi atas kegagalannya mengemban kiprah alhasil menentukan untuk pergi berkelana tak terperinci arah dan tujuan yang oleh masyarakat Cirebon disebut sebagai Lunga kelaya-laya.

Dari kata Kelaya-laya inilah lalu tempat semedi patih Danalaya pun dibuka menjadi sebuah pedukuhan (Desa) dengan nama Klayan...
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Prihatin, Anak Di Anak-Anak Jadi Perampok Ulung

Hari Jumat kemarin pulang kampung. Rencananya sih pengen makan bakar ikan di Cikalahang, mandi di Telaga Remis dan seabrek rencana dashyat lainnya supaya saat sudah sanggup tersambung ke internet lagi, ada materi untuk dibagi ke teman-teman semua.

Tapi yaitu, rencana tinggal rencana alasannya ialah sesampainya di kampung, sepanjang tiga hari itu hujan terus, jadinya ya ngajedug namru aja di rumah. Kalaupun pergi paling cuma nongkrong sama temen-temen di pinggir jalan sambil ngobrolin banyak hal.

Nah, dari ngobrol ngalor ngidul inilah kemudian portal cirebon sanggup kabar kalo di desa saya (beda blok sih), kini ada yang kegep polisi alasannya ialah ketangkep tangan garong motor orang lewat.

Yang bikin portal cirebon prihati, saat ditanya polisi si pelaku udah begal motor sebanyak 13 kali. Sintingnya, si pelaku gres berumur 14 Tahun, cing.. Gila kan, anak sekecil itu udah jadi kriminalis profesional. Lebih aneh lagi, si anak tiap beraksi selalu bersama 3 sobat segengnya yang semuanya berumur di bawah 15 tahun.

Ketika portal cirebon mengkonfirmasikan ke polsek saluran daerah si anak di kurung, pak kapolsek pun eksklusif mengiyakan.

Ini P.R buat kita semua, kenapa anak sekecil itu sanggup menjadi kriminalis kecil yang ulung menyerupai itu. Apakah ini indikasi dari gagalnya contoh pendidikan di negeri ini? Atau alasannya ialah penguasa di negeri ini terlalu sibuk dengan perut buncitnya hingga tak sadar bila rakyat mereka kelaparan hingga nekat menjadi penjahat demi sesuap nasi yang jadinya ketagihan untuk mencari duit dengan jalan pintas?

Semoga ini insiden pertama dan terakhir di negeri ini...
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/

Klenteng Jamblang

KLENTENG Jamblang merupakan salah satu klenteng yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon, yang keberadaannya sangat berarti bagi masyarakat Tionghoa Jamblang. Di wilayah itu, Klenteng Jamblang menjadi satu-satunya tempat ibadah bagi masyarakat Tionghoa, yang semenjak beberapa tahun belakangan terdesak jauh dari kejayaan yang pernah mereka raih puluhan tahun sebelumnya.
Klenteng yang juga diakrabi masyarakat sekitarnya dengan sebutan rumah Toa Pe Kong Jamblang ini bahkan menjadi sebuah identitas masyarakat Tionghoa Jamblang. Gapura yang merupakan bab dari Klenteng Jamblang seolah berdiri sebagai pintu masuk perkampungan masyarakat Tionghoa di wilayah ini.
Dari terjemahan catatan sejarah berhuruf Tionghoa yang dikutip Siem Peng Wan, menurut goresan pena yang tercantum di kedua dinding Klenteng Jamblang, sebuah peribahasa bijak menyebutkan, “Orang yang berilmu membangun lebih berharga jikalau berilmu juga melaksanakan. Sedang orang yang berilmu melaksanakan lebih berharga pula jikalau berilmu mempertahankan”.
Kalimat inilah yang menjadi pendorong semangat masyarakat Tionghoa Jamblang untuk menjaga dan melestarikan keberadaan Klenteng Jamblang. Meski tak ada catatan resmi siapa yang membangun klenteng tersebut dan tidak ada seorangpun yang sanggup menandakan secara detail, namun warga sekitar menyatakan Klenteng Jamblang telah berusia ratusan tahun.
Dengan usia bau tanah tak heran bila kondisi bangunan klenteng mengalami kerapuhan di sana sini. Maka, pada tahun 1785 hingga 1900 atau selama 115 tahun, penduduk Jamblang dan sekitarnya pernah melaksanakan urunan untuk perbaikan klenteng.
Pada perjalanannya, perbaikan klenteng ini pernah mengalami situasi tak menguntungkan, tepatnya tahun 1806 ketika di sekitar Jamblang timbul pergolakan yang menyebabkan keributan. Penduduk Jamblang ketika itu hanya beberapa ratus orang laki-laki dan wanita.
Namun kondisi itu berhasil diatasi dengan persatuan warga sekitar yang disokong penguasa setempat. Namun, tidak berhenti hingga di situ alasannya yaitu pada masa penjajahan Belanda, pergolakan terjadi di mana-mana termasuk wilayah Jamblang.

Banjir bandang
Selain pergolakan masyarakat jawaban penjajahan, faktor alam juga pernah kuat dalam perjalanan perbaikan Klenteng Jamblang. Seperti tahun 1889 ketika hujan lebat terus menerus telah menyebabkan Kali Jamblang meluap dan membuat banjir bandang.
Air kali pun serta merta memenuhi selokan dan saluran, bahkan merendam jalanan setinggi 5-6 kaki dan rumah-rumah penduduk setinggi 6-10 kaki. Sementara di klenteng, rendaman air setinggi 1,5 kaki saja.
Derasnya banjir membuat tembok rumah penduduk, juga blandongan gerbang klenteng pun runtuh. Gubuk-gubuk yang awalnya berdiri di sekitar jalanan hanyut terseret banjir.
Meski tak ada korban jiwa dalam malapetaka ini, barang berharga menyerupai uang dan surat-surat yang tersimpan di dalamnya berair kuyup serta rusak parah. Hal ini lalu melahirkan gagasan pengurus klenteng membuat sebuah kamar khusus penyimpanan.
Tahun 1895 atau bulan 7 Imlek, berdirilah perhimpunan Hiang Gie Hwe. Tahun 1899, dibangun Tiong Teng di tempat pekuburan, memperbaiki kedua blandongan di sebelah kanan-kiri klenteng. Selain itu, sebuah WC umum di tepi sungai diubah menjadi pejagalan binatang yang diperuntukkan sebagai pemasukan kas klenteng.
Akhirnya tahun 1900, Klenteng Jamblang mengalami perbaikan dengan tetap mempertahankan ukuran dan luas klenteng menyerupai asalnya. Begitu juga dengan kayu wuwungan atau atap tetap menyerupai asli. Hanya pondasi yang dipertinggi dan menebalkan dindingnya.
Cerita menarik berkisar pada kayu wuwungan-nya yang tidak pernah berubah, meski klenteng itu sendiri mengalamai perbaikan dan perubahan di sana sini. Menurut catatan, wuwungan itu berasal dari sebuah pohon keramat yang tumbuh di kawasan Jatiwangi yang tak sanggup ditumbangkan dengan perkakas apapun.
Hanya seseorang berjulukan Njoo Kiet Tjit atau yang lalu dikenal sebagai Ki Buyut Cigoler-lah yang lalu berhasil menumbangkan pohon tersebut. Ia mempersembahkan kayu pohon kepada Sultan Agung Cirebon yang tengah mencari kayu untuk pembangunan Masjid Agung. Ia juga memmohon pada sultan untuk menyisakan sepotong kayu balok dari pohon itu untuk wuwungan Klenteng Jamblang yang ketika itu sedang dibangun. Hingga kini, wuwungan itu tak pernah rusak.


sumber : kawan dialog
Sumber http://portalcirebon.blogspot.com/